AGEN DOMINO.
Cerita Dewasa / Cerita Sex / Cerita ABG / Cerita Dewasa Hot / Cerita Dewasa SMA / Kumpulan Cerita Dewasa
Melihat tingkah orang berdua yang sedang telanjang diatas kasur, mereka
berdua saling bermesraan dengan posisi laki laki berada diatas ,
sedangkan kaki wanita melingkar pada pinggul pasangannya segera untuk
membantu memompa , mereka saling berciuman menikmati rasa bersenggama,
saat itu cuaca juga sedang panas panasnya.
Si pria bernama Topan. Ia seorang marketing executive pada sebuah
perusahaan nasional. Usianya baru 28 tahun. Wanita yang sedang
digelutinya adalah istrinya yang baru dinikahinya tujuh bulan, Mona. Ia
adalah karyawati pada sebuah perusahaan jasa telekomunikasi di Jakarta.
Usianya 25 tahun.
Topan sangat mencintai istrinya yang cantik rupawan itu. Kulitnya
halus dan putih bersih. Nikmat sekali merasakan kelembutan tubuhnya saat
ditindih dan disetubuhinya. Aroma tubuhnya begitu wangi alami. Suaranya
pun merdu didengar. Apalagi saat mengeluarkan erangan nikmat di tempat
tidur… Topan sangat menyukainya…
Sejak pacaran, orang sering mengatakan mereka pasangan yang serasi.
Yang satu cantik, yang lain tampan. Keduanya berasal dari keluarga yang
mapan dan berpendidikan tinggi. Masing-masing memiliki karir yang cerah.
Malam itu mereka tuntaskan dengan meraih puncak kenikmatan
bersama-sama. Selesai bersetubuh, masih dalam keadaan bugil di balik
selimut, mereka pun membahas rencana yang sudah mereka susun.
“Jadi Boss sudah mengizinkan Papah untuk cuti?” tanya Mona membuka percakapan.
“Iya, Mah…” jawab Topan tersenyum. “Jadi minggu depan kita mudik ke Sumatera.”
Lebaran tahun itu Topan dan Mona sepakat merayakannya di kampung
halaman Topan di Bukittinggi. Topan ingin mengajak Mona yang asli Jawa
untuk melihat keindahan alam kampung halamannya itu.
“Hmmm… kalau begitu jadi ya petualangan pertama kita…?” senyum Mona.
“Ha ha ha… sudah gak sabar ya..?” timpal suaminya. “Iya. Nanti kita
akan melewati hutan juga… Banyak lah petualangan yang bisa kita
lakukan…”
“Termasuk petualangan seks….?” goda Mona sambil tersenyum nakal.
“Ha ha ha… Ya… ya… Tentu. Ide yang menarik…” jawab Topan bergairah. “Seperti… petualangan seks di hutan misalnya..?”
“Ha ha ha… kalau gitu Mamah jadi Jane… Papah jadi Tarzan…” gelak Mona.
Keduanya pun tertawa terbahak-bahak. Sementara malam pun kian larut…
Di daerah sekitar jalan lintas Sumatera sering terjadi bencana
kekeringan. Hal itu akan mengakibatkan para warga di sekitarnya
kelaparan karena hasil pertanian dan kebun mereka gagal.
Setiap musim paceklik datang, di daerah itu sering terjadi perampokan
terhadap mobil angkutan barang atau penumpang yang melintasinya. Untuk
menghindari peristiwa itu, para sopir, baik truk, bus umum, dan mobil
pribadi jika melewati daerah itu selalu beriringan secara konvoi. Daerah
itu amat angker dan ganas. Belum lagi ditambah dengan kondisi jalan
yang rusak parah.
Saat itu adalah penghujung musim kemarau. Cuaca mulai menampakkan
perubahan ke arah musim hujan. Jalan yang rusak itu pun menjadi kotor
dan becek hingga membuat lobang-lobang besar di badan jalan. Kesempatan
itulah yang kadang digunakan oleh para perampok untuk menjarah mobil
yang lewat saat berjalan perlahan.
Topan menyetir sendiri Nissan Terrano-nya. Ia tidak memakai jasa
sopir. Selain ingin jalan santai juga supaya bisa menikmati keindahan
alam hutan sepanjang perjalanan. Topan dan Mona sama-sama memiliki hobi
traveling ke tempat yang alami. Kesempatan mudik itulah yang mereka
manfaatkan untuk sekalian menyalurkan hobinya.
Dalam melakukan perjalanan jauh itu mereka bergantian menyetir. Jika
Topan capai maka Mona yang menggantikan. Mereka hanya melakukan
perjalanan dari pagi hingga sore. Pada malam hari mereka menginap pada
hotel yang mereka temui. Perjalanan mudik itu amat santai dan dinikmati
pasangan muda itu.
Pasangan ini memilih membawa mobil sendiri karena tidak ingin
merepotkan para famili di kampungnya. Dengan membawa mobil sendiri,
mereka pun dapat jalan-jalan sesuka hati mereka. Lagipula jika naik
pesawat akan membuat mereka repot mengurus tiket dan terpaksa akan
mengganggu waktu santai mereka.
Setelah menyeberang, mereka pun melanjutkan perjalanan ke Sumatera.
Beberapa jam mereka berhenti untuk makan siang pada sebuah restoran di
pinggir jalan lintas itu.
Sore harinya mereka memasuki wilayah yang terkenal angker tersebut.
Topan berusaha mencari penginapan dan motel di sepanjang jalan yang
penuh dengan hutan lebat. Di daerah itu memang jarang ada motel. Yang
ada hanya rumah makan sederhana yang biasa dipakai oleh sopir truk untuk
istirahat.
Beberapa kilometer kemudian mereka menemukan sebuah motel kecil.
Mereka memang tidak ingin melanjutkan perjalanan malam. Tubuh mereka
berdua sudah capai dan penuh keringat. Yang mereka inginkan adalah
segera istirahat malam itu.
Motel yang mereka temui cukup sederhana. Mereka lalu masuk dan
menemui petugas motel. Rupanya masih ada kamar yang tersedia. Sayangnya
mereka cukup kecewa setelah mendapati tarif yang diajukan oleh si
petugas cukup mahal. Dengan angkuhnya si petugas yang rupanya sekaligus
pemilik motel kecil itu menolak tarifnya ditawar. Padahal sebenarnya ia
memang telah menaikkannya di atas tarif normal karena melihat penampilan
calon tamunya yang mencerminkan orang yang mapan ekonominya.
Bagi suami isteri itu memang tidak ada pilihan lain. Jika terus
berjalan, maka hari telah larut. Lebih baik istirahat di motel itu
meskipun sewanya mahal. Dengan terpaksa, Topan pun membayar tarif sewa
yang diajukan. Mereka berdua lalu diantar menuju kamar yang diberikan si
pemilik motel.
Begitu masuk, Mona langsung merasa amat jijik melihat kondisi kamar
itu. Kain spreinya saja amat jorok. Keempat dindingnya dipenuhi oleh
coretan dan kata-kata kotor. Apalagi dinding itu banyak lobangnya yang
di tutup dengan isolasi. Mona sempat mengeluh pada Topan.
“Aduuh, Pah… Motel semacam ini koq mahal amat, siiih….?” gerutunya. “Mana budukan lagi….”
Topan cuma bisa menghela napas sambil merangkul istrinya.
“Yaah, Mah… Emang gak bisa kalo membandingkan motel ini dengan yang
di Jakarta…” kata Topan menenangkan istrinya yang cukup sewot saat itu.
“Anggap aja ini bagian dari petualangan kita…” lanjutnya.
“Kamu pernah punya khayalan kita berbulan madu ke hutan dan bercinta
seperti Tarzan dan Jane, kan…?” goda Topan. “Naah… anggap aja ini bagian
dari perwujudan khayalan kita….”
Mona hanya mencibir dan menonjok suaminya dengan manja. Mereka pun tertawa terbahak-bahak.
Setelah membersihkan badan dan berganti pakaian, mereka pun tidur di
kasur yang tipis itu. Sebelumnya, Mona melapisi kasur itu dengan bed
cover yang kebetulan ia bawa di mobilnya karena sprei yang ada amat
kotor dan bau.
Saat malam semakin larut, pasangan suami istri itu berusaha untuk
tidur. Namun tak lama kemudian mereka terjaga oleh suara gaduh di
sebelah kanan kamar mereka.
Samar-samar terdengar suara-suara erotis dari sepasang pria dan
wanita yang sedang memadu birahi…. Sesekali terdengar pula kata-kata
kotor yang diucapkan si pria saat melampiaskan nafsunya. Dari kata-kata
yang dikeluarkannya, tampak sekali betapa kasar dan tak berpendidikannya
laki-laki itu. Bunyi derit dipan dan dengus nafas dua manusia yang
sedang bersetubuh itu terdengar begitu jelas di malam yang hening itu.
Tak pelak, suara-suara itu membuat Topan dan Mona terbangun.
Saat itu di kamar sebelah mereka rupanya ada seorang pria yang
membawa seorang pelacur dan melakukan hubungan seks. Motel itu memang
sebenarnya lebih banyak digunakan oleh para sopir maupun begal setempat
untuk beristirahat dan melampiaskan nafsu syahwatnya bersama para
pelacur. Terbukti bahwa tak lama kemudian, dari kamar sebelah kirinya
pun terdengar suara-suara yang sama.
Mona mulai menjadi kesal. Ia bahkan mengajak Topan keluar motel saja
untuk melanjutkan perjalanan. Ia merasa bunyi-bunyi itu amat mengganggu
istirahatnya.
Topan pun berusaha membujuk dan merayu istrinya. Akhirnya, Mona pun
menjadi lebih tenang. Sambil menyarankan Mona untuk rileks, tangan Topan
membelai bagian tubuh istrinya yang sensitif. Walaupun tak
diutarakannya, sebenarnya Topan malah merasa terangsang mendengar
suara-suara itu.
Karena belaian dan pilinan tangan Topan yang menggoda, Mona pun ikut
naik birahinya. Akhirnya mereka melakukan persebadanan pula seakan tidak
mau kalah oleh pasangan-pasangan yang sedang beraktifitas di
kamar-kamar sebelahnya.
Malam itu Mona dihantarkan Topan hingga orgasme. Mereka lalu tertidur
karena letih setelah pendakian itu. Mona dan suaminya tertidur sambil
telanjang. Mona menghadap dinding sedangkan Topan memeluknya dari
belakang.
Di luar pengetahuan suami istri itu, melalui sebuah lobang yang ada
di dinding kamar mereka, ada sepasang mata yang mengintip aktifitas
seksual mereka. Mata itu milik seorang dedengkot begal di daerah itu.
Begal itu baru saja melakukan hubungan seks dengan seorang pelacur.
Mulanya ia iseng saja mengintip. Kebetulan selepas menyetubuhi
pelacur yang dibawanya, ia mendengar dengus nafas pasangan suami istri
itu saat melakukan hubungan seks. Ternyata apa yang dilihatnya
benar-benar memikatnya dan menerbitkan air liurnya….
Dengan seksama si begal memperhatikan tubuh suami istri itu mendaki
puncak kenikmatan. Ia pun amat terpana dan terpikat akan kecantikan Mona
saat bugil dengan suaminya. Seumur hidupnya belum pernah ia melihat
langsung seorang wanita secantik itu. Ia hanya tahu kecantikan Mona
seperti kecantikan bintang-bintang sinetron yang ia saksikan lewat
televisi.
Sosok telanjang Mona amat menggodanya sehingga menimbulkan birahinya
untuk menikmati tubuh perempuan itu. Mona memang cantik. Wajahnya mirip
artis sinetron. Persisnya, ia jadi teringat dengan aktris Berliana
Febrianti. Bahkan Mona lebih cantik dan sexy dibandingkan Berliana…
Begal itu melihatnya dengan penuh kekaguman. Sesaat ia membandingkan
sosok Mona dengan pelacur yang baru saja ia gauli… Perbedaannya bak
siang dan malam….
“Kok ngintip-ngintip kamar sebelah segala, Bang?” tanya si pelacur yang baru saja ditiduri begal itu tiba-tiba.
“Masih mau nambah..?” sambung perempuan setengah umur itu. “Ayo, Bang… kalau mau nambah lagi…”
“Aaah… jangan banyak cakap kau…” sergah si begal yang merasa terusik keasyikannya oleh ocehan pelacur itu.
“Ini uangmu… cepatlah kau keluar…” usir Begal itu. “Ayo… cepat..”
“Iiih… Abang, kok sewot begitu sih…?” timpal si pelacur kesal sambil cepat-cepat memberesi pakaiannya.
“Kalo yang di kamar sebelah itu pasangan suami isteri, Bang… Bener
lho… Abang gak bisa tidur sama itu cewek, biar nunggu sampai kapan pun…
Mendingan sama saya aja…” goda si pelacur sambil melangkah keluar kamar.
Si begal membanting pintu kamar. Lalu ia menyusun sebuah rencana
untuk dapat menaklukkan Mona. Birahinya saat itu untuk menggauli Mona
tinggi sekali namun ia kecewa karena ada suaminya yang tidur di samping
Mona saat itu.
“Mungkin tidak malam ini…. tapi aku harus bisa mendapatkan perempuan
cantik itu….” gumam si begal sambil kembali mengamati tubuh telanjang
Mona yang saat itu sedang tidur bersama suaminya setelah selesai
bersetubuh.
Diamatinya terus tubuh mulus ibu rumah tangga itu dengan penuh
napsunya… Tak lama kemudian si begal pun melakukan masturbasi sambil
membayangkan bersetubuh dengan Mona… Saat mencapai orgasme, ia pun
melenguh dengan kerasnya….
“Uuuuuuaaaaagggghhhh….. Hhhhhhhhh….. HHHuaaaah….”
Suaranya yang panjang dan keras memecah keheningan malam… Mona pun
sampai terbangun mendengarnya namun suaminya tetap tertidur pulas di
sampingnya. Sejenak matanya menatap ke arah dinding kamar sebelah tempat
suara itu berasal… Karena kamar tempat Mona dan suaminya tidur terang
benderang, si begal itu pun bisa menatap kedua mata Mona yang bening dan
indah… Tentu saja perempuan itu tak bisa melihat sebaliknya karena
terhalang dinding…..
Ah, sudah semalam ini masih saja ada aktifitas di kamar sebelah, pikir Mona
Ia pun lalu membaringkan tubuhnya kembali… tanpa pernah terlintas
sedikit pun kalau dalam waktu yang tak lama lagi ia akan sangat akrab
dengan suara itu… dan juga pemiliknya…
Pagi harinya setelah mandi dan makan seperlunya mereka bersiap
melanjutkan perjalanan. Pagi itu amat cerah. Topan pun menyetir dengan
tenang dan santai. Sesekali ia menggoda Mona yang saat itu memakai
kacamata minus dan busana casual yang amat serasi dengan kulitnya.
Baru berjalan beberapa kilometer, Topan merasakan perutnya mules serasa ingin buang air besar. Keringat dinginnya muncul.
“Ada apa, Pah? Kamu sakit ya?” tanya Mona.
“Auuh, aku ingin buang hajat nih… perutku sakiit,” jawab Topan meringis sambil menghentikan mobilnya.
Kemudian diambil alih istrinya. Mona pun membawa mobil perlahan
dengan harapan ia dapat menemukan sebuah rumah makan atau rumah penduduk
di tengah perjalanan itu.
Tidak lama kemudian mereka melihat sebuah rumah yang terbuat dari
kayu agak jauh dari pinggir jalan. Perasaan memang itulah satu-satunya
rumah yang mereka temui sejak meninggalkan hotel tadi… Rumah itu berada
agak ke dalam hutan. Mona membelokkan mobilnya memasuki jalan tanah
menuju rumah itu.
Sesampainya di sana, Mona pun turun dan menemui seorang lelaki yang ada di depan rumah itu.
“Permisi, Pak… Boleh saya numpang ke kamar kecil?” pinta Mona pada sang peghuni rumah.
“Wah, kami tak punya WC, Bu. Kalau mau buang air biasanya ke sungai di belakang rumah saja,” jawab si laki-laki.
Mona lalu balik ke mobil dan minta suaminya turun. Ia mengatakan
Topan bisa buang hajat di sungai belakang rumah karena rumah itu tidak
punya WC. Tanpa pikir panjang, Topan mengikuti petunjuk istrinya dan
berlari ke arah sungai itu.
Sementara menunggu suaminya, Mona dipersilakan si laki-laki untuk
duduk di teras rumahnya. Sambil tersenyum berterima kasih, wanita itu
pun mendaratkan pantatnya ke sebuah kursi kayu sederhana sambil
meluruskan kedua kakinya. Si penghuni rumah sendiri lalu meneruskan
aktifitasnya. Sesekali ia tampak masuk ke hutan dan luput dari pandangan
Mona.
Sosok laki-laki itu memang membuat ngeri orang yang melihatnya.
Usianya kira-kira 47 tahun. Tubuhnya kekar. Kulitnya hitam legam.
Brewoknya yang tak tercukur dengan rapi menutupi raut wajahnya yang
keras. Dari sela-sela kaos kumal yang dikenakannya, tampak codet-codet
bekas sayatan benda tajam di sekujur tubuhnya. Sekilas tampak pula tato
yang menghiasi beberapa bagian tubuhnya. Penampilannya membuat Mona
bergidik. Dalam hati ia bersyukur laki-laki itu tak menemaninya duduk di
situ.
Sebenarnya si pemilik rumah kayu adalah laki-laki yang mengintip Mona
dan suaminya bersebadan di motel tadi malam. Mona sama sekali tidak
mengetahuinya. Laki-laki itu tinggal seorang diri di rumah itu. Ia
adalah seorang perampok yang sering menjarah harta para sopir yang
melewati kawasan itu.
Tunggu punya tunggu, Topan belum juga balik dari buang hajat. Mona
mulai geMonah. Sudah hampir setengah jam ia menunggu, suaminya belum
juga muncul. Ia pun bertanya pada si pemilik rumah.
“Jambannya jauh tidak, Pak?” tanya Mona.
“Ah, dekat sini kok, Bu. Di belakang rumah saya ini,” jawab laki-laki itu.
Mona merasa semakin geMonah dan menyusul mencari suaminya.
Ditemukannya sungai yang dimaksud dan ditelusurinya sepanjang tepiannya.
Apa daya suaminya maupun tanda-tandanya tidak juga ditemukan….
Akhirnya ia pun balik ke rumah itu dan minta tolong pada si laki-laki
untuk mencarinya. Laki-laki itu lalu pergi mencari Topan agak lama.
Mona pun sebelumnya dipersilakan duduk di dalam rumahnya.
Beberapa jam kemudian laki-laki itu datang kembali sendirian. Ia
mengabarkan Mona bahwa ia tak berhasil menemukan suaminya. Mona cemas
dan panik.
Dengan putus asa, diajaknya pria itu untuk mencari lagi suaminya
bersama-sama. Sambil menemani Mona, pria itu memberikan berbagai
kemungkinan.
“Mungkin saja suami Ibu terpeleset dan hanyut di sungai yang deras itu.”
“Tapi suami saya pandai berenang, Pak… Ia termasuk anggota arung jeram…” timpal Mona.
“Ya, tapi nasib orang kan siapa tahu, Bu… Jangan remehkan kekuatan
alam…” jelas lelaki itu. “Sudah banyak kasusnya warga sini yang
jelas-jelas akrab dengan sungai ini terbawa hanyut…”
“Apalagi sungai ini memang angker, Bu… Ada penunggunya…”
Mona diam saja sambil pikirannya menerawang membayangkan suaminya mendapatkan musibah.
“Kemungkinan lain…. bisa jadi suami Ibu ketemu binatang buas… Hutan ini masih banyak harimaunya, Bu…”
Mona bergidik mendengar kemungkinan itu. Ia semakin sedih. Pikirannya
bertambah kacau. Ia tak tahu lagi apa yang harus dilakukannya.
Si pria akhirnya menjanjikan pada Mona untuk melanjutkan pencarian
esok pagi karena malam telah menjelang dan hujan mulai turun. Mona masih
shock akan kejadian itu. Ia amat khawatir akan keselamatan suaminya.
Dengan terpaksa ia akhirnya menerima saran dari si pria itu untuk
mencari lagi esok hari.
Padahal saat Topan buang hajat tadi pagi, si laki-laki penghuni rumah
bolak-balik mengawasinya. Begitu Topan selesai, begal itu tanpa
kesulitan yang berarti melumpuhkannya. Diikat dan dikurungnya Topan di
dalam sebuah kerangkeng untuk menangkap harimau. Kerangkeng itu ia taruh
di dalam hutan agak jauh dari rumahnya sambil ditutupi dedaunan.
Dipastikan bahwa pria malang itu tidak akan bisa meloloskan diri tanpa
pertolongan orang lain.
Laki-laki itu membuat jebakan untuk Topan karena tergiur untuk
merampas istrinya. Topan sakit perut karena sarapan miliknya di motel
memang telah dibubuhi ramuan pencahar isi perut. Tak sulit melakukan itu
karena si pemilik motel adalah teman baik si begal.
Pada malam itu, selesai melakukan masturbasi sambil memandangi tubuh
telanjang Mona, si begal langsung menemui dan membangunkan pemilik
motel. Diceritakannya niatnya yang bulat untuk mendapatkan Mona. Melihat
tekadnya yang kuat, si pemilik motel akhirnya setuju untuk membantu
temannya. Imbalan yang diminta adalah jika si begal berhasil, ia harus
membagi tubuh wanita itu kepadanya. Tak bisa dipungkiri, si pemilik
motel pun tergiur pula oleh kecantikan dan keseksian tubuh Mona. Si
begal langsung menyetujuinya.
“Bereslah, kawan… Kita kan saudara… Sesama saudara patutlah kita saling berbagi…”
Si pemilik motel mengangguk-angguk senang.
“Setelah aku menuntaskan napsuku pada wanita itu, kau pun pastilah
dapat bagian,” lanjutnya. “Kau kan tahu aku orang yang tahu membalas
budi…”
Mereka lalu tertawa terkekeh-kekeh dengan tercapainya kesepakatan di antara mereka.
Setelah berdiskusi dan bertukar pikiran semalaman, mereka pun
berhasil membuat rencana yang matang. Pembahasan ditutup dengan saling
membagi tugas. Selanjutnya, seperti telah diketahui, sejauh ini semua
berjalan sesuai rencana…
Malam itu Mona sangat geMonah, yang ada di pikirannya hanya Topan
suaminya. Matanya sembab karena sedih. Lalu si pria mendekatinya.
“Bu, sabar aja, nanti suami ibu juga pulang. Besok kita cari ya?” bujuk si pria.
Lalu si pria mengenalkan diri.
“O… ya, Bu… nama Ibu siapa?” sambil mengulurkan tangannya yang kasar penuh bulu itu.
“Mona, Pak…” Mona mengulurkan tangannya juga.
“Nama yang cantik sekali… Secantik orangnya…” puji pria itu spontan. Mona pun tersipu…
Si pria lalu menyebutkan namanya.
“Sigit. Nama saya Sigit,” terang si pria sambil menggenggam tangan
halus Mona. Ia merasakan kehalusan jemari dan kehangatan tangan Mona.
Lalu ia lepaskan.
Dengan logat Komering yang kental, Sigit bertanya pada Mona tentang tujuannya dan asalnya. Mona pun menjawab seadanya.
Malam pun menjelang dan hujan turun dengan derasnya. Rupanya inilah
pertama kalinya hujan turun setelah musim kemarau yang kering selama
berbulan-bulan. Hujan pun turun tak tanggung-tanggung. Benar-benar lebat
diiringi suara guntur yang bersahut-sahutan… Seakan menandai suatu
peristiwa besar yang akan terjadi malam itu….
“Bu… Mobil Ibu dipindah saja ke belakang rumah. Biar nggak basah!” kata si pria.
Mona lalu memindahkan mobilnya ke arah belakang rumah yang terlindung
atap rumbia. Dengan aba-aba dari Sigit, Nissan-nya dapat dipindahkan ke
tempat yang aman. Pakaian Sigit basah oleh hujan. Mona pun sempat
tersiram air hujan saat menuju mobilnya.
Sigit menyarankan Mona untuk membawa pakaian ganti dari dalam mobil.
Jika tidak diganti akan membuatnya sakit dan menyulitkan pencarian
suaminya esok hari. Mona menuruti kata-kata si pria karena memang ada
benarnya juga.
Sesampainya di dalam rumah, Sigit mempersilakan Mona untuk berganti
pakaian di kamar depan. Mona pun masuk kamar. Sambil memperhatikan,
Sigit mengunci pintu rumah lalu menyembunyikannya kuncinya.
Ia memperhatikan langkah Mona menuju kamar. Ia akan segera menyusul untuk melaksanakan niatnya.
Saat Mona melepaskan kaos dan kacamata minusnya, pria brewok itu
masuk dan menutup pintu lalu menguncinya. Tubuh Mona saat itu masih
terbalut bra dan celana dalam.
Mona kaget bercampur marah.
“Ada apa, Pak? Saya kan masih ganti pakaian…?” katanya dengan nada meninggi.
“Tenang sajalah, Bu… Aku hanya ingin melihat keindahan tubuh Ibu dari
dekat… Soalnya jarang sekali aku melihat wanita secantik Ibu… Aku hanya
ingin lihat…” kata Sigit dengan berani.
“Pergi keluar, Pak… Jika tidak saya akan berteriak…” jawab Mona
sengit sambil menutup dengan kaosnya belahan payudaranya yang menonjol
dari sela-sela bra.
“Ayolah… Bu.. Jangan marah begitu… Silakan berteriak sekerasnya…
Tidak ada yang akan menolong Ibu di sini…” jawab Sigit sambil mendekat
ke arah Mona. “Marilah kita sama-sama berbagi kehangatan di kedinginan
malam ini…”
Mona mundur dan terus berusaha memberi pengertian pada Sigit.
Keringat dinginnya muncul meskipun saat itu cuaca dingin dan hujan.
Keringatnya keluar karena menyadari akan bahaya yang segera ia hadapi.
Namun Sigit pun terus mendesak istri Topan itu ke arah ranjang kayu yang
terletak di pojok kamar itu. Mona terdesak di pinggir ranjang.
“Jangan… Pak.. Saya mohon!… Jangan sentuh saya….” Mona memohon pada begal itu.
“Saya akan bertindak lembut…. jika Ibu tidak macam-macam dan menyulitkan saya!” jawab Sigit.
Segala permohonan Mona tidak digubris pria itu. Sigit terus mendesak Mona hingga berhasil ia rangkul.
Saat-saat yang menegangkan itu pun lalu berjalan sesuai rencana
Sigit. Ia lalu meraih tangan Mona dan membawa Mona ke arah tubuhnya
untuk dipeluknya. Mona terpaksa menurut karena tak bisa melawan. Dalam
pelukan begal brewok itu, Mona menangis karena bencana yang ia alami.
Lalu Sigit meraih dagu Mona dan mengulum bibirnya yang kecil mungil.
Mona berusaha mengatupkan bibirnya agar tidak bisa dikulum si begal
brewok. Namun segala upayanya sia-sia.
Sigit mendekap tubuh Mona begitu eratnya. Secara spontan, wanita itu
pun berusaha melepaskan dirinya. Apa daya, rontaan tubuh Mona di dalam
pelukan begal itu malah menimbulkan kontak dan gesekan-gesekan dengan
tubuh Sigit yang pada gilirannya malah semakin memberikan kenikmatan
pada begal itu dan menaikkan birahinya.
Si pria brewok itu pun berhasil mengulum dan membelit lidah Mona.
Mona pasrah dan berusaha melepaskan belitan lidah si brewok. Sigit
berhasil menghisap air ludah Mona dan ia pun juga melepaskan ludahnya
yang bau ke dalam rongga mulut Mona.
Mona jijik dan terus berusaha melepaskan diri dari betotan tubuh si
pria. Ia harus menahan bau tubuh si pria dan kasarnya tangan-tangan si
pria yang terus berusaha memilin dan meremas payudaranya yang masih
terbungkus bra itu. Namun apalah daya seorang wanita yang lemah di
samping ia pun sudah lemah secara psikis karena suaminya menghilang
ditambah beban mental menghadapi upaya perkosaan terhadap dirinya.
Mona hanya bisa menangis sesenggukan. Ia tidak rela diperkosa dan
dicemari rahimnya oleh laki-laki laknat itu. Ingin rasanya ia bunuh diri
saat itu juga…. namun alam bawah sadarnya masih mengingatkannya untuk
tidak melakukan hal tercela itu.
Masih dalam pelukan erat begal itu, akhirnya Mona berhasil
ditundukkan. Bra yang menutupi payudaranya ia buka paksa. Kedua bukit
salju yang mulus itu pun tergantung indah di dada Mona. Tangan-tangan
kasar Sigit yang penuh bulu itu berhasil menjamahnya. Dengan mulutnya,
ia jilati dan gigiti putingnya. Mona terlonjak sakit dan geli. Alam
bawah sadarnya mulai menapaki rangsangan yang dihantarkan mulut begal
itu yang mulai menampakkan wujudnya.
Lalu Mona dibaringkan Sigit di atas kasurnya yang lusuh itu.
Sebelumnya ia telah berhasil melepaskan seluruh penutup dada Mona dan
mengacak-acak dada wanita itu yang dihiasi oleh kalung berlian dengan
inisial “L”. Sigit seakan tidak ingin kehilangan momen menentukan itu.
Ia pun berusaha melepaskan celana jeans yang dikenakan Mona.
Celana jeans yang dikenakan Mona pun berhasil dilepaskan Sigit. Ia
amat takjub dan terpana melihat batang paha Mona yang jenjang dan putih
mulus tanpa cacat itu terhidang di depan matanya. Celana dalam berwarna
putih yang dikenakan Mona saat itu membuatnya tambah bernafsu.
Sigit menyeringai…. Ia mendapati celana yang dipakai Mona telah basah
di belahan kemaluannya. Basah itu bukan basah keringat… Ia tahu persis
bibir kemaluan yang basah itu karena lendir yang keluar dari liang
vagina Mona karena adanya nafsu yang muncul dari tubuhnya.
Sejak itu, Sigit benar-benar yakin kalau rencananya akan berjalan
mulus dan lancar… Begal itu semakin merasa percaya diri… Ia yakin tubuh
Mona tak akan bisa berbohong terhadap rangsangan-rangsangan yang
diberikannya… Tinggal sekarang ia harus bisa menguasai mental dan
pikiran wanita itu sepenuhnya… sehingga tercapailah niatnya untuk
menikmati tubuh Mona sepuasnya…
Lalu Sigit menciumi celana yang basah di tengah kemaluan Mona. Ada
bau amis yang ia baui. Ia pun lalu melepaskannya. Wow…. itulah yang
keluar dari mulut si begal.
Liang kemaluan Mona masih rapi dan bulu-bulunya pun tertata indah
meskipun saat itu amat lembab. Kemaluan Mona tampak rapat dan belum ada
celah yang longgar. Tidak seperti kemaluan pelacur-pelacur yang sering
ia gauli selama ini, pikir Sigit. Ditambah lagi aroma kemaluan Mona
terasa beda sekali dengan yang ia temui selama ini.
Lalu ia pun mendekatkan wajahnya dan menyapu liang itu dengan
lidahnya yang panjang juga kasar. Lidah Sigit mencari klitoris yang ada
di sela liang itu. Ia lalu menciumi kemaluan Mona sama seperti ia
menciumi bibir Mona tadi. Tidak ada rasa jijik di kepala pria itu.
Mona masih terus menangis namun kini tubuhnya telah terbuka
seluruhnya dan gairah yang dari tadi ia tahan akhirnya meledak juga.
Sigit mengetahui bahwa Mona saat itu telah siap untuk dicampuri
kemaluannya. Bagaimanapun upaya Mona untuk menyembunyikan gairahnya
tetap tidak membantunya.
Karena vagina dan klitorisnya secara intensif terus-menerus
dijelajahi mulut dan lidah Sigit, Mona akhirnya mengalami orgasme.
Tubuhnya tak bisa menolak rangsangan-rangsangan fisik yang terus-menerus
dilancarkan padanya. Kemaluannya mengeluarkan cairan yang cukup kental.
Cairan itu lalu ditelan Sigit hingga tandas tak bersisa. Kemaluan Mona
pun akhirnya bersih oleh lidah begal itu.
Tubuh Mona menjadi lemah tak bertenaga. Ia benar-benar letih akibat
kejadian-kejadian yang baru saja ia alami. Peristiwa itu membuatnya
kehilangan kontrol dan membuatnya cenderung menurut pasrah. Ia pun
terkulai bugil di atas ranjang.
Sigit merasa yakin kalau Mona kini telah pasrah dan menyerah padanya.
Tanpa ragu, ia pun membuka celananya di depan istri Topan yang sedang
terbaring lunglai. Segera, Mona pun dapat melihat batang penis begal itu
yang menggelayut seperti belalai gajah yang hitam…. Ia tak dapat
menyembunyikan keterkejutannya melihat alat kelamin yang sedemikian
besarnya…. Semakin bertambah lagi keterkejutannya saat menyadari penis
Sigit ternyata… tak dikhitan… Kepala penisnya tampak tertutup seperti
kado yang belum dibuka….
Sigit lalu menaiki ranjang kayu itu. Dengan kedua tangannya,
dibukanya kedua kaki Mona sehingga terbuka mengangkang. Begal itu
menempati posisi di tengah, di antara kedua kaki Mona. Lalu Sigit
melucuti baju kaos kumal yang dikenakannya dan melemparkannya ke lantai.
Kini Mona bisa melihat dengan jelas tubuh Sigit yang kekar, liat dan
legam terbakar matahari. Berbagai macam tato menghiasi sekujur
tubuhnya…. mulai dari pinggang hingga pangkal lengannya….
Kini di atas ranjang dua tubuh telanjang berlainan jenis telah siap
melakukan perkawinan… Yang wanita adalah seorang ibu rumah tangga muda
yang terbaring tak berdaya setelah diculik… dengan tubuh yang langsing,
kulit putih mulus dan wajah cantik rupawan… Sedangkan si pria di atasnya
yang siap mengawininya adalah seorang begal brewok dengan tubuh hitam
kekar penuh dengan bekas luka dan tato… Mona sama sekali tak pernah
membayangkan hal seperti ini akan terjadi dalam hidupnya….
Perlahan-lahan, Sigit lalu menaikkan kedua kaki Mona yang masih
mengangkang sehingga melingkari pinggulnya yang legam dan kekar. Mona
melihat kedua pahanya kini mengapit tato bergambar setan berwujud
tengkorak yang menghiasi bagian perut Sigit.
Kemudian Sigit menggosok-gosokkan batang penisnya ke kemaluan Mona…
Lambat laun batang itu pun tumbuh semakin mengeras dan tegak…. Mona pun
kegelian merasakan kemaluan Sigit yang tumbuh menyentuhi kemaluannya.
Setelah penis Sigit mengeras sepenuhnya dan siap dipakai, begal itu lalu
mengarahkan kemaluannya yang panjang dan hitam Legam itu ke arah bibir
kemaluan Mona. Siap untuk dibenamkan ke dalamnya.
Bibir kemaluan Mona masih rapat dan belum bisa menerima benda asing
yang akan memasukinya saat itu. Lalu dengan jari tangannya Sigit membuka
bibir itu dan menyelipkannya di tengahnya. Merasa batang penisnya telah
siap lalu si begal pun mendorongnya hingga masuk ke dalam lubang
kelamin ibu rumah tangga itu.
Saat penis Sigit masuk menyeruduk ke dalam kemaluan Mona dengan
kerasnya, spontan wanita itu pun terbelalak matanya dan ternganga lebar
mulutnya. Seberkas jeritan tertahan di tenggorokannya. Sebentar
kemudian, ia pun meringis…. kedua matanya terpejam menahan nyeri dan
sakit pada rahimnya. Tak terasa air matanya pun menetes…
“Aduuuh…….. Paak…!! Ampuuun…” jeritnya halus mengiba belas kasihan kepada begal itu.
Sigit masih mendorong penisnya untuk masuk terus hingga dasar
kemaluan Mona. Mona pun terus menangis dan air matanya menetes membasahi
pipinya yang putih saat itu. Tubuhnya pun terguncang-guncang di bawah
tubuh kekar Sigit.
Mengetahui tangisan Mona saat menerima penisnya masuk, Sigit lalu
memeluk Mona dengan ketat dengan posisi tetap di atas tubuh putih Mona.
Ia peluk Mona dan diciuminya bibir Mona seakan tidak ingin terpisahkan.
Sigit ingin bibir mereka juga menyatu sama seperti bagian bawah tubuh
mereka yang telah dempet menyatu saat itu.
Rasa sakit dan perih di tubuh Mona diungkapkannya dengan menekan bahu
si begal yang kekar dengan kukunya yang runcing. Ia terus sesenggukan
dan membenamkan kukunya di bahu bidang itu. Semua tindakan Mona itu
apalah artinya bagi pria yang terbiasa merampok itu. Jangankan kuku,
golok pun telah ia rasakan.
Bahkan respons yang didapatnya saat menyetubuhi Mona benar-benar
membuatnya merasa nikmat. Ia tahu Mona adalah istri orang… tapi
menyetubuhinya sama seperti memperawani seorang gadis yang lugu dan
belum berpengalaman….
Sigit tetap mendiamkan penisnya yang panjang dan besar itu di dalam
kemaluan Mona. Ia ingin mereguk kehangatan tubuh istri Topan itu dengan
sempurna. Khususnya kehangatan yang berasal dari jepitan kewanitaan ibu
rumah tangga itu. Apalagi dinding-dinding kemaluan Mona terasa
berdenyut-denyut… memijati penis Sigit yang keras…. Ia pun menikmati
semua itu sambil terus mengulum bibir Mona dan menjilati bagian belakang
telinganya yang basah oleh keringat.
Rambut Mona yang sebahu pun telah basah seolah turut menangisi
keadaan Mona saat itu. Dari tengkuk Mona jilatannya terus berpindah
kearah bahu yang putih bersih hingga menampakkan aliran merah darah dari
urat-urat Mona. Nafsu Sigit terus terpacu karena wangi tubuh Mona yang
juga masih tercium aroma Channel numero 5 yang telah bercampur dengan
keringatnya saat itu.
Setelah puas di bahu, lalu ia turun ke arah payudara Mona yang
bernomer 34B itu. Di payudara Mona mulut pria yang penuh oleh cambang
dan kumis itu terus bermain-main dengan puting dan belahan susu itu.
Jejak cupangan merah mulai banyak menghiasi kedua payudara yang putih
dan mulus itu…
Ia telah membuat Mona seakan lupa daratan. Mona terus memejamkan
matanya tidak ingin melihat kelakuan pria asing yang baru dikenalnya itu
di atas tubuhnya.
Cengkeraman Mona pada bahu Sigit akhirnya melemah. Ia telah orgasme
untuk yang kedua kalinya. Hanya saja ia berusaha keras untuk tak
menampakkannya karena malu…
Lalu si begal bergerak maju mundur dan terus menghujamkan kemaluannya
ke dalam liang Mona. Sedang kedua tangannya memegangi pinggang Mona
agar tetap di tempatnya. Mona sebenarnya menikmati genjotan begal itu…
Bagaimanapun ia belum berani menunjukkannya sehingga ia pun memejamkan
kedua matanya. Sementara kedua tangannya tergeletak ke samping sambil
meremas-remas seprei kumal yang sudah tak jelas warnanya itu.
Saat itu yang terdengar hanya dengus nafas dan erangan kedua makhluk yang sedang kawin itu.
Setelah beberapa lama perkawinan itu berlangsung… akhirnya si begal
brewok itu pun melepaskan spermanya dengan gerakan begitu cepat dan
hunjaman yang keras ke dalam kemaluan Mona. Sambil melenguh-lenguh
dengan suara berat, ia terus menekannya seolah ingin menuntaskan dendam
birahi ke dalam tubuh Mona dengan kasar. Spermanya keluar sangat banyak
hingga tak tertampung oleh liang Mona. Rembesannya keluar membasahi
sprei kasur itu.
Di saat yang bersamaan, rupanya Mona pun kembali mengalami orgasme…
Kali ini tubuhnya menggelinjang hebat tak terkendali… Erangan panjang
terlontar dari mulutnya… Dalam hati Mona sedikit terkejut dan malu… Ia
tak mengira akan sedemikian eksplisitnya orgasmenya nampak tanpa bisa
disembunyikannya sama sekali… Ditambah lagi kenyataan bahwa mereka
mengalami orgasme secara bersamaan…
Sementara Sigit yang mengetahuinya, segera mendekap tubuh wanita itu
seerat-eratnya… Pinggulnya terus mendorong-dorong kemaluannya seakan
ingin mendekam dan bersarang di kemaluan Mona… Seakan ingin memompakan
sisa-sisa sperma yang masih ada ke dalam rahim wanita itu… dan menandai
Mona sebagai milik pribadinya….
Lalu diciuminya seluruh wajah Mona… dikulumnya dalam-dalam mulut
wanita itu… seolah ingin menghargai apa yang telah mereka lalui bersama
di ranjang itu… Mona yang sudah kecapaian tak kuasa menolaknya… Baru
kali ini ia mengalami perasaan sepenuhnya dimiliki dan dikuasai oleh
seorang lelaki…
Sampai akhirnya gerakan kedua tubuh yang sama-sama telanjang itu pun
mengendor…. Sigit masih menindihi tubuh Mona yang telanjang. Selama
beberapa menit mereka terpaku dalam posisi seperti itu… sampai penis
Sigit yang telah lemas keluar dengan sendirinya dari kemaluan Mona…
Setelah itu, karena capai si begal bergeser ke sebelah Mona dan
tertidur. Ada gurat kepuasan di wajahnya yang garang dan kejam. Ia telah
berhasil menunaikan hasratnya yang ia dambakan pada Mona. Ia pun
tertidur pulas.
Sementara itu, Mona yang telah pulih kembali pikiran dan akal
sehatnya yang sebelumnya tertutup oleh hawa nafsu hanya bisa menangis…
Ia merasa berdosa telah mengkhianati suaminya… Ia merasa dirinya kotor…
tak ada bedanya seperti pelacur-pelacur yang ditemuinya di motel malam
sebelumnya…
Masih dengan tetesan air mata di pipi, Mona lalu bangun dari ranjang
kayu itu dan mengenakan kembali seluruh pakaiannya yang berserakan di
lantai kamar.
Sebenarnya ia ingin mandi membersihkan seluruh tubuhnya dari sperma
dan keringat begal itu… Sayang rumah itu tak memiliki kamar mandi
sendiri. Ia merasa telah amat kotor saat itu… Apa daya, kepada siapa ia
bisa mengadu. Semuanya telah terjadi. Tak mungkin ia dapat membalik
waktu…
Mona pun berjalan ke arah pakaian Sigit berusaha mencari kunci kamar agar bisa keluar namun tidak ditemukannya.
Karena kecapaian setelah pergumulan laknat tadi ditambah masalah
suaminya yang menghilang, Mona pun akhirnya hanya bisa terduduk jongkok
di sudut kamar. Ia pun terlelap. Namun saat ia baru saja terlelap,
tiba-tiba si begal itu bangun dan menarik Mona agar tidur di sampingnya
di atas ranjang kayu itu.
Mona terpaksa menurut karena ia tidak dapat lagi melawan. Lalu ia
berbaring di samping si brewok yang masih bugil hingga malam menjelang.
Sesekali di atas ranjang saat mereka tidur berdampingan, tangan Sigit
yang kasar meremas payudara Mona yang telah tertutup bra dan kaos yang
dikenakannya. Mona pun selalu melepaskan tangan si begal yang gatal itu.
Bagaimanapun intimnya hubungan yang telah mereka lalui bersama-sama
pada malam itu, Mona tetap merasa dirinya sebagai istri Topan yang sah…
Begal itu tak lain sekedar memaksanya dan memperbudaknya untuk melayani
nafsu birahinya…
Tak lama kemudian, mereka berdua pun tertidur saking lelahnya.
Tengah malam Mona terjaga. Ia merasa mendengar suara orang yang memanggil-mangil namanya.
Ia pun duduk dan membangunkan begal brewok di sampingnya yang saat
itu masih bertelanjang. Tubuh hitam dan penuh bulu itu lalu bangun.
“Ada apa Mona”? tanya Sigit.
“Aku mendengar suara-suara orang di luar memanggil-manggil namaku,” jawab Mona.
Mendengar perkataan Mona saat itu, Sigit mengenakan celana pendeknya dan masih bertelanjang dada.
“Coba kulihat keluar,” katanya.
Lalu mereka keluar rumah. Hujan masih turun dengan derasnya. Suara yang didengar Mona itupun tidak ada lagi.
“Nah, tidak ada bukan?” sahut begal itu.
“Rumah ini letaknya jauh dari perkampungan penduduk, Mona… Di sekeliling sini masih hutan lebat…”
Mereka pun kembali ke dalam rumah Sigit yang memang tidak memiliki
penerangan listrik. Mona diam memperhatikan tingkah laku si pria.
“Waduh…” kata Sigit sambil memegangi perutnya. “Aku lapar sekali… Kau juga lapar, Mona?”
Spontan Mona mengangguk.
Memang pastilah perut mereka lapar karena kegiatan mereka yang sangat
panas tadi di ranjang telah menghabiskan banyak energi. Mona pun jelas
sangat lapar karena makanan yang terakhir masuk ke dalam perutnya adalah
sarapan pada pagi harinya.
“Di mobilku ada makanan, Pak… Perbekalan terakhir yang dibeli oleh suamiku sewaktu di Lampung,” terang Mona.
“Aaa.. bagus lah itu… Kalau begitu ayo kita ambil,” sahut begal itu.
“O, ya. Satu hal lagi… Jangan panggil aku ‘Pak’… Panggil saja Sigit,
ya? Semua wanita yang sudah kutiduri boleh memanggil namaku saja…”
Sigit kemudian mengambil makanan yang ada di mobil berdua dengan
Mona. Dirangkulnya pundak wanita itu seolah mereka sepasang kekasih…
Sigit melepaskan rangkulannya saat ia mengangkuti makanan dari mobil.
Saat itu sempat terlintas di kepala Mona untuk melarikan diri namun ia
tidak mampu karena ia masih
berpikir akan keselamatan suaminya.
Mereka pun balik ke dalam rumah Sigit dan makanan itu mereka habiskan tanpa sisa.
Karena waktu masih malam dan hujan turun dengan derasnya, mereka pun
kembali ke kamar untuk tidur. Mona merasa badannya masih pegal dan
capai. Ia ingin beristirahat dan dapat tidur dengan nyenyak malam itu.
Sesampai di kamar, mereka naik ke ranjang kayu itu. Ternyata, di atas
ranjang, kejahilan si begal mulai muncul lagi. Rupanya makanan yang
diberikan Mona tadi telah mampu membantunya memulihkan tenaganya
kembali… Ia pun berusaha kembali merangsang Mona untuk bersebadan lagi.
“Sudahlah, Sigit… Saya capek…” kata Mona mencoba mencegah.
“Mona, dingin-dingin begini aku tak bisa tidur,” jawab Sigit.
Tanpa banyak bicara lagi, si begal pun melepaskan celananya. Walaupun
masih merasa agak rikuh karena belum terbiasa melihat lelaki telanjang
selain suaminya, Mona mencuri-curi pandang juga ke arah penis Sigit yang
menggelantung di selangkangannya. Dalam hati sebenarnya ia kagum juga
melihat belalai yang panjang itu. Masih terbayang jelas dalam ingatannya
bagaimana monster itu memasuki tubuhnya dan membuatnya orgasme
berkali-kali…
Setelah ia bugil, tanpa minta persetujuan Mona, dilucutinya pula
busana wanita itu sehingga mereka pun sama-sama telanjang kembali. Mona
tak mampu menolaknya lagi…
“Dingin…” desah Mona sambil melipat kedua tangan menutupi dadanya…
Hujan memang masih turun dengan lebatnya di luar sana. Bahkan semakin
deras diiringi guntur yang meledak-ledak.
“Jangan khawatir, Mona… Sebentar lagi juga panas…” kata begal itu
tersenyum sambil menatap mata Mona dengan penuh arti. Dibukanya lipatan
tangan Mona karena Sigit ingin menikmati dan merabai keindahan kedua
payudara wanita itu. Mona membiarkan saja begal itu memulai aksinya dan
menikmati rangsangan yang diberikan padanya…
Sigit dalam waktu singkat telah berhasil membuat Mona tidak berdaya
menolak apa pun yang dimintanya. Seakan wanita itu telah berada
sepenuhnya dalam kekuasaannya… Begitu pula ketika ia meminta pada istri
Topan itu untuk mengisap penisnya dengan mulutnya.
“Apaa…?” tanya Mona terkejut. Mulutnya menganga. Matanya menatap
Sigit seakan tak percaya dengan permintaan begal itu terhadap dirinya.
Bagaimana bisa ia meminta hal seperti itu kepada seorang wanita yang
baru dikenalnya? Ya, begal itu memang baru saja menyetubuhinya… tapi
meminta ia mengisap penisnya…? Mona membayangkan pastilah begal itu
menganggap dan memperlakukannya sama seperti ratusan pelacur yang pernah
ditidurinya…
“Saya gak bisa… Maaf… Gak mungkin…” kata Mona menggelengkan kepalanya sambil tertawa salah tingkah.
“Jangan khawatir, Mona… Nanti akan kuajari,” kata Sigit menenangkan Mona yang mukanya tampak kecut.
“Ayo… tak apa-apa… Aku benar-benar ingin kau melakukannya untukku…”
Mona tampak ragu-ragu tapi ia pun tak berbicara lagi. Sigit mengerti
kalau ia harus segera melakukannya. Yang diperlukan Mona adalah
bimbingan. Maka tanpa minta persetujuan Mona lagi, ia pun mendekatkan
pangkal pahanya ke wajah ibu rumah tangga yang sedang menunggu itu.
Mona lalu diajari si brewok untuk melakukan seks oral. Wanita itu
awalnya merasa canggung dan ragu. Bau pesing bekas air seni terasa jelas
bercampur dengan aroma sperma dan keringat Sigit. Dirasakannya juga
cairan vaginanya ada di sana, ikut bercampur menyelimuti batang yang
keras itu… Semuanya itu terasa lengket di dalam mulutnya saat bercampur
dengan air ludahnya.
Setelah membiasakan diri, akhirnya Mona bisa juga melakukannya dengan
panduan Sigit. Apalagi begal itu terus-menerus memujinya sambil
membelai-belai kepalanya sehingga meningkatkan rasa percaya diri ibu
rumah tangga itu…
Penis Sigit yang semula tertutup lapisan kering campuran dari air
seni, air mani, keringat, dan cairan vagina Mona sedikit demi sedikit
mulai bersih dijilati istri Topan itu. Tinggal kini batang hitam yang
mengeras dan tak dikhitan itu berkilauan disapu air liur Mona…
Sigit merasa sangat puas dengan layanan Mona… Sebagai imbalannya,
wanita itu pun menerima semprotan sperma begal itu di mulutnya.
Spontan air mani Sigit yang kental itu pun tertelan olehnya. Walaupun
menyadari bahwa itu adalah konsekuensi dari seks oral, Mona tetap
sempat terkejut saat menerima siraman sperma begal itu di dalam
mulutnya… Bagaimanapun itu adalah pertama kalinya ia melakukan itu….
Untunglah Mona cepat menguasai dirinya sehingga tidak sampai
memuntahkan kembali air mani yang sudah terkumpul di dalam mulutnya…
Sedikit demi sedikit ditelannya cairan kental itu supaya tidak tersedak…
Sigit memperhatikan usaha Mona sambil tersenyum puas… Begal itu lalu membersihkan bibir Mona yang belepotan sperma dengan kain sprei yang kumal.
Dari seks oral itu, untuk kedua kalinya malam itu Mona dan si begal
melakukan hubungan badan. Sebelumnya, terlebih dahulu Mona membantu
membangkitkan kembali penis Sigit dengan tangan dan mulutnya…
Kali ini permainan menjadi amat bergairah. Mona sudah mulai terbiasa
menerima sodokan penis Sigit di kemaluannya. Kali ini keduanya sudah
seperti pasangan yang serasi… sudah seirama dan saling beradaptasi dalam
persetubuhan itu… Mona pun tak melakukan perlawanan sama sekali
terhadap Sigit. Dibiarkannya begal itu membimbingnya mendaki puncak
kenikmatan bersama…
Malam itu akhirnya kedua makhluk yang berlainan jenis dan status itu
menyatu kembali dalam kesatuan ragawi. Bersatu padu dalam perkawinan
yang panas dan bergairah… Tak ada lagi batas di antara mereka.
Mona yang memang wanita baik-baik dan terpelajar serta masih
berstatus sebagai istri orang, kadang masih berusaha membuat kesan ia
tidak begitu menikmati persetubuhan itu. Namun yang sebenarnya terjadi,
Mona benar-benar menikmatinya. Kemaluannya pun menerima banyak lelehan
air mani si perampok brewok tersebut.
Kenikmatan badani yang diterimanya dari Sigit sedikit demi sedikit
membantu pikiran Mona terbuka terhadap kemungkinan bahwa Topan suaminya
telah tewas hanyut terbawa arus sungai atau dimakan binatang buas.
Terlepas dari kenyataan yang tidak diketahui Mona bahwa Topan sebenarnya
masih hidup dan disekap oleh Sigit. Pikiran itu pula yang membuat Mona
pelan-pelan mulai merasa rileks menjalin hubungan intim bersama begal
itu.
Bahkan Mona mulai terbuka pula terhadap kemungkinan bahwa Sigit
adalah takdirnya… Jodohnya yang berikutnya setelah ia terpisahkan dengan
Topan… Ia seperti mendapatkan sosok lelaki sejati pada figur Sigit.
Profil Sigit yang berperilaku buruk tapi perkasa membawa pesona
tersendiri di matanya… Pemikiran-pemikiran itulah yang membantu Mona
secara sadar semakin membiarkan jiwa dan raganya bersatu dengan Sigit….
Apalagi bimbingan Sigit semakin memudahkannya…
Sementara Sigit sendiri tentu saja amat menikmati hubungan seks
dengan Mona… Ia sebelumnya tak pernah merasakan bagaimana berhubungan
badan dengan wanita baik-baik dan terhormat. Tak pernah pula ia
merasakan bersetubuh dengan wanita secantik dan seseksi Mona… Bersebadan
dengan Mona ibarat mimpi yang menjadi kenyataan bagi Sigit… Ia
merasakan perbedaan yang mencolok dibandingkan dengan semua pelacur yang
ia kenal selama ini. Ini membuatnya jadi ketagihan…
Yang diinginkannya saat ini adalah menikmati Mona sepuas-puasnya.
Setelah itu, siapa tahu ia pun bisa mendapatkan keturunan darinya yang
bisa meneruskan statusnya sebagai begal penguasa daerah itu.
Selain itu, jika kepepet, dengan modal kecantikan dan keseksian
gendaknya yang baru itu, Sigit bisa saja mengkaryakan Mona sebagai
pelacur. Pastilah banyak begal dan warga sekitar situ yang akan
berbondong-bondong membayar berapa saja untuk bisa menikmati Mona. Bagi
Sigit, mendapatkan Mona seperti mendapatkan harta karun atau modal yang
demikian besar…
Bagaimanapun, Sigit memang tidak pernah sungkan untuk berbagi milik
pribadinya dengan sesama kaumnya. Itulah salah satu yang membuatnya
disegani di kalangan begal dan perampok di sana. Paling tidak, untuk
waktu dekat ini, Sigit tetap ingat akan janjinya untuk membagi Mona
kepada si pemilik motel atas jasanya…
“Aah… nanti sajalah aku ceritakan semua rencanaku itu pada Mona
sedikit demi sedikit,” pikir Sigit sambil memandangi wajah Mona yang
sedang menahan gejolak orgasme akibat genjotannya mautnya. “Perempuan
pasti akan menuruti apa yang dikatakan oleh lakinya… Terbukti semua
keinginanku terhadap dirinya sejauh ini diturutinya dengan patuh…
Padahal sampai kemarin, siapa yang sangka kalau seorang wanita terhormat
seperti dia akan tunduk pada begal sepertiku…”
“Oouuuuuuh…” jerit Mona menikmati orgasmenya yang bertubi-tubi dan
memabukkan… Rintihan dan ekspresi wajahnya yang erotis membuyarkan semua
angan yang berkecamuk di kepala Sigit.
“Monaaaaa…… Hhhggggh….” lenguh Sigit melepaskan semua sperma yang
ditahannya dari tadi ke dalam rahim istri Topan sebagai balasannya.
Kemudian hening. Hanya degupan jantung keduanya yang terasa bergejolak di dada mereka yang saling menempel.
Si begal dan gundik barunya menyatu bugil di atas ranjang. Keduanya
berpelukan erat. Sigit di atas Mona. Kaki Mona yang mengapit pinggul
Sigit menekan pantat begal itu supaya tetap di tempatnya. Mereka pun
berciuman dengan syahdu. Menikmati setiap detik keintiman mereka.
Hujan pun seolah menjadi saksi berjodohnya Sigit dan Mona dalam malam pertama perkawinan mereka yang dahsyat….
No comments:
Post a Comment