AGEN DOMINO
Cerita Dewasa / Cerita Sex / Cerita ABG / Cerita Dewasa Hot / Cerita Dewasa SMA / Kumpulan Cerita Dewasa
Namaku Aldi, usia 30 tahun, dan saat ini
tinggal di sebuah perumahan sederhana (bukan real estate) di kawasan
Bekasi Barat. Rumah di kompleks perumahanku tentu saja tipe-tipe kecil
yang sebagian besar bertipe 36 dan 45. Namun dengan penghasilanku yang
lumayan aku bisa membuat rumahku yang mungil menjadi terlihat indah dan
asri. Boleh dibilang rumahku merupakan rumah terindah di kompleks itu.
Aku menempati rumah ini sejak lima tahun
yang lalu, dulunya sendiri saja, namun sejak satu tahun lalu aku
menikah dan kini tinggal berdua dengan Lia, isteriku. Lia adalah seorang
wanita yang cantik dan penuh perhatian, sekilas tidak ada yang kurang
darinya. Apalagi dia juga bekerja sebagai Manajer Marketing di sebuah
perusahaan farmasi, jadi keluarga kami secara keuangan tidak punya
masalah.
Kehidupan perkawinanku yang selama ini
kuanggap bahagia itu ternyata semu belaka. Sialnya, hal itu disebabkan
seperti kata pepatah di atas:”Rumput tetangga selalu lebih hijau”.
Aku mempunyai tetangga baru, sepasang
suami isteri dengan satu anak yang masih bayi. Suaminya seorang pelaut
(anak buah kapal) dan isterinya ibu rumah tangga. Pada awalnya aku tidak
terlalu peduli dengan kehadiran tetangga baru itu, walaupun ketika
mereka datang memperkenalkan diri ke rumah aku sedikit terpukau dengan
sang isteri yang punya body seksi dan montok. Pada saat itu aku merasa
keterpukauanku hanyalah hal biasa saja.
Namun waktu berkata lain. Ternyata
setelah berinteraksi dengan Vera, begitu nama tetangga hot ku yang
montok itu, aku mulai merasa ada daya tarik yang muncul dari wanita itu.
Ada beberapa kelebihan yang dimiliki Vera namun tidak dimiliki Lia,
isteriku.
Pertama tentu saja body-nya yang montok,
dengan dada yang menjulang dan pantat yang besar namun padat. Walaupun
Lia juga seksi, namun ukuran buah dadanya cuma 34 B. Kalau Vera kutaksir
mungkin antara 36 B atau 36 C. Apalagi pantatnya yang bahenol itu tak
kalah merangsang dibanding pantat”Inul”, membuat pria penasaran untuk
meremasnya.
Kedua, wajah Vera yang sensual. Kalau
urusan cantik, pasti aku pilih Lia, namun ketika aku melihat wajah Vera,
maka aku membayangkan bintang film BF. Mungkin pengaruh dari bibirnya
yang agak tebal dan matanya yang nakal. Setiap kulihat bibir itu
berbicara, ingin rasanya aku merasakan ciuman dan kulumannya yang
membara.
Ketiga adalah selera berbusananya,
terutama selera pakaian dalamnya. Pertama kali aku melihat jemuran
pakaian di belakang rumah mereka, aku langsung tertarik pada pakaian
dalam Vera tetangga hot ku yang dijemur.
Model dan warnanya beraneka macam, mulai
dari celana dalam warna hitam, biru, merah, hijau sampai yang
transparan. Modelnya mulai dari yang biasa-biasa saja sampai model
G-string. Motifnya dari yang polos sampai yang bermotif bunga, polkadot,
gambar lucu sampai ada yang bergambar bibir.
Wah.. Lia tidak suka seperti itu,
menurutnya kampungan dan seperti pelacur jalanan. Padahal sebagai lelaki
kadang kita ingin sekali bermain seks dengan perempuan jalanan.
Tiga hal itulah yang membuat aku selalu
menyempatkan untuk curi-curi pandang pada Vera dan tak lupa melihat
jemuran pakaiannya untuk melihat koleksi pakaian dalamnya yang”jalang”
itu.
Suatu hari, sepulang dari kantor, aku
mampir ke Supermarket dekat kompleks sekedar membeli makanan instan
karena isteriku akan pergi selama dua hari ke Bandung. Tak disangka di
supermarket itu aku bertemu Vera tetangga hot ku dengan menggendong
bayinya.
Entah kenapa jantungku jadi berdegup
keras, apalagi ketika kulihat pakaian Vera yang body-fit, baik kaos
maupun roknya. Seluruh lekuk kemontokan tubuhnya seakan memanggil
birahiku untuk naik.
“Hai.. Mbak, belanja juga?” sapaku.
“Eh.. Mas Aldi, biasa belanja susu”, jawabnya dengan senyum menghiasi wajah sensualnya.
“Memang sudah enggak ASI ya?” tanyaku.
“Wah.. Susunya cuma keluar empat bulan saja, sekarang sudah tidak lagi”.
“Hmm.. Mungkin habis sama Bapaknya kali ya.. Ha-ha-ha..” candaku.
Vera juga tertawa kecil, “Tapi enggak juga, sudah dua bulan bapaknya enggak pulang”.
“Berat enggak sih Mbak, punya suami pelaut, sebab saya yang ditinggal isteri cuma dua hari saja rasanya sudah jenuh”.
“Wah.. Mas baru dua hari ditinggal sudah begitu, apalagi saya. Bayangkan saya cuma ketemu suami dua minggu dalam waktu tiga bulan”.
Aku merasa gembira dengan topik
pembicaraan ini, namun sayang pembicaraan terhenti karena bayi Vera
menangis. Ia kemudian sibuk menenangkan bayinya.
“Apalagi setelah punya bayi, tambah repot Mas”, katanya.
“Kalau begitu biar saya bantu bawa belanjaannya”, aku mengambil keranjang belanja Vera.
“Terima kasih, sudah selesai kok, saya mau bayar terus pulang”.
“Ohh.. Ayo kita sama-sama”, kataku.
“Kalau begitu biar saya bantu bawa belanjaannya”, aku mengambil keranjang belanja Vera.
“Terima kasih, sudah selesai kok, saya mau bayar terus pulang”.
“Ohh.. Ayo kita sama-sama”, kataku.
Aku segera mengambil inisiatif berjalan lebih dulu ke kasir dan dengan sangat antusias membayar semua belanjaan Vera.
“Ha.. Sudah bayar? Berapa? Nanti saya ganti”, kata Vera kaget.
“Ah.. Sedikit kok, enggak apa sekali-kali saya bayarin susu bayinya, siapa tahu dapat susu ibunya, ha-ha-ha..”, aku mulai bercanda yang sedikit menjurus.
“Ah.. Sedikit kok, enggak apa sekali-kali saya bayarin susu bayinya, siapa tahu dapat susu ibunya, ha-ha-ha..”, aku mulai bercanda yang sedikit menjurus.
“Ihh.. Mas Aldi!” jerit Vera malu-malu. Namun aku melihat tatapan mata liarnya yang seakan menyambut canda nakalku.
Kami berjalan menuju mobilku, setelah
menaruh belanjaan ke dalam bagasi aku mengajaknya makan dulu. Dengan
malu-malu Vera mengiyakan ajakanku.
Kami kemudian makan di sebuah restauran
makanan laut di dekat kompleks. Aku sangat gembira karena semakin lama
kami semakin akrab dan Vera juga mulai berbaik hati memberikan
kesempatan padaku untuk “ngelaba”.
Mulai dari posisi duduknya yang sedikit
mengangkang sehingga aku dengan mudah melihat kemulusan paha montoknya
dan tatkala usahaku untuk melihat lebih jauh ke dalam ia seakan
memberiku kesempatan. Ketika aku menunduk untuk mengambil garpu yang
dengan sengaja aku jatuhkan, Vera semakin membuka lebar kedua pahanya.
Jantungku berdegup sangat kencang
melihat pemandangan indah di dalam rok Vera tetangga hot ku. Di antara
dua paha montok yang putih dan mulus itu aku melihat celana dalam Vera
yang berwarna orange dan.. Brengsek, transparan!
Dengan cahaya di bawah meja tentu saja
aku tak dapat dengan jelas melihat isi celana dalam orange itu, tapi itu
cukup membuatku gemetar dibakar birahi. Saking gemetarnya aku sampai
terbentur meja ketika hendak bangkit.
“Hi-hi-hi.. Hati-hati Mas..”, celoteh Vera tetangga hot ku dengan nada menggoda.
Aku memandang wajah Vera yang tersenyum nakal padaku, kuberanikan diri memegang tangannya dan ternyata Vera menyambutnya.
“Hmm.. Maaf, saya cuma mau bilang kalau
Mbak Vera.. Seksi sekali”, dengan malu-malu akhirnya perkataan itu
keluar juga dari mulutku.
“Terima kasih, Mas Aldi juga.. Hmm.. Gagah, lucu dan terutama, Mas Aldi pria yang paling baik yang pernah saya kenal”.
“Terima kasih, Mas Aldi juga.. Hmm.. Gagah, lucu dan terutama, Mas Aldi pria yang paling baik yang pernah saya kenal”.
“O ya?”, aku tersanjung juga dengan rayuannya, “Gara-gara saya traktir Mbak?”
“Bukan cuma itu, saya sering
memperhatikan Mas di rumah, dan dari cerita Mbak Lia, Mas Aldi sangat
perhatian dan rajin membantu pekerjaan di rumah, wah.. Jarang lho Mas,
ada pria dengan status sosial seperti Mas yang sudah mapan dan
berpendidikan namun masih mau mengepel rumah”.
“Ha-ha-ha..” aku tertawa gembira, “Rupanya bukan cuma saya yang memperhatikan kamu, tapi juga sebaliknya”.
“Jadi Mas Aldi juga sering memperhatikan saya?”
“Betul, saya paling senang melihat kamu membersihkan halaman rumah di pagi hari dan saat menjemur pakaian”.
“Eh.. Kenapa kok senang?”.
“Sebab saya mengagumi keindahan Mbak Vera, juga selera pakaian dalam Mbak”, aku berterus terang.
Pembicaraan ini semakin mempererat kami
berdua, seakan tak ada jarak lagi di antara kami. Akhirnya kami pulang
sekitar jam 8 malam. Dalam perjalanan pulang, bayi Mbak Vera tertidur
sehingga ketika sampai di rumah aku membantunya membawa barang belanjaan
ke dalam rumahnya.
Mbak Vera masuk ke kamar untuk
membaringkan bayinya, sementara aku menaruh barang belanjaan di dapur.
Setelah itu aku duduk di ruang tamu menunggu Vera muncul. Sekitar lima
menit, Vera muncul dari dalam kamar, ia ternyata sudah berganti pakaian.
Kini wanita itu mengenakan gaun tidur yang sangat seksi, warnanya putih
transparan. Seluruh lekuk tubuhnya yang montok hingga pakaian dalamnya
terlihat jelas olehku.
Sinar lampu ruangan cukup menerangi
pandanganku untuk menjelajahi keindahan tubuh Vera di balik gaun
malamnya yang transparan itu. Buah dadanya terlihat bagaikan buah melon
yang memenuhi bra seksi yang berwarna orange transparan. Di balik bra
itu kulihat samar-samar puting susunya yang juga besar dan coklat
kemerahan. Perutnya memang agak sedikit berlemak dan turun, namun sama
sekali tak mengurangi nilai keindahan tubuhnya. Apalagi jika memandang
bagian bawahnya yang montok.
DOMINO ONLINE
Tak seperti di bawah meja sewaktu di
restoran tadi, kini aku dapat melihat dengan jelas celana dalam orange
transparan milik Vera. Sungguh indah dan merangsang, terutama warna
hitam di bagian tengahnya, membayangkannya saja aku sudah berkali-kali
meneguk ludah.
“Hmm.. Tidak keberatan kan kalu saya memakai baju tidur?”, tanya Vera memancing.
Sudah sangat jelas kalau wanita ini
ingin mengajakku selingkuh dan melewati malam bersamanya. Kini keputusan
seluruhnya berada di tanganku, apakah aku akan berani mengkhianati Lia
dan menikmati malam bersama tetangga hot yang bahenol ini.
Vera duduk di sampingku, tercium
semerbak aroma parfum dari tubuhnya membuat hatiku semakin bergetar.
Keadaan kini ternyata jauh di luar dugaanku. Kemarin-kemarin aku masih
merasa bermimpi jika bisa membelai dan meremas-remas tubuh Vera, namun
kini wanita itu justru yang menantangku.
“Mas Aldi mau mandi dulu? Nanti saya siapkan air hangat”, tanya Vera sambil menggenggam tanganku erat.
Dari sorotan matanya sangat terlihat
bahwa wanita ini benar-benar membutuhkan seorang laki-laki untuk
memuaskan kebutuhan biologisnya.
“Hmm.. Sebelum terlalu jauh, kita harus membuat komitmen dulu Mbak”, kataku agak serius.
“Apa itu Mas?”
“Pertama, terus terang aku mengagumi Mbak Vera, baik fisik maupun pribadi, jadi sebagai laki-laki aku sangat tertarik pada Mbak”, kataku.
“Apa itu Mas?”
“Pertama, terus terang aku mengagumi Mbak Vera, baik fisik maupun pribadi, jadi sebagai laki-laki aku sangat tertarik pada Mbak”, kataku.
“Terima kasih, saya juga begitu pada Mas Aldi”, Vera merebahkan kepalanya di pundakku.
“Kedua, kita sama-sama sudah menikah, jadi kita harus punya tanggung jawab untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga kita, apa yang mungkin kita lakukan bersama-sama janganlah menjadi pemecah rumah tangga kita”.
“Setuju, saya sangat setuju Mas, saya
hanya ingin punya teman saat saya kesepian, kalau Mas Aldi mau kapanpun
Mas bisa datang ke sini, selagi tidak ada suami saya. Tapi saya
sekalipun tidak akan meminta apapun dari Mas Aldi, dan sebaliknya saya
juga ingin Mas Aldi demikian pula, sehingga hubungan kita akan aman dan
saling menguntungkan”.
“Hmm.. Kalau begitu tak ada masalah, saya mau telpon ke rumah, supaya pembantu saya tidak kebingungan”.
“Kalau begitu, Mas Aldi pulang saja dulu, taruh mobil di garasi, kan lucu kalau Mas Aldi bilang ada acara sehingga tidak bisa pulang, sementara mobilnya ada di depan rumah saya”.
“Oh.. Iya, hampir saya lupa”.
Aku segera keluar dan pulang dulu ke
rumah, menaruh mobil di garasi dan mandi. Setelah itu aku mau bilang
pada pembantuku kalau aku akan menginap di rumah temanku. Namun tidak
jadi karena pembantuku ternyata sudah tidur.
Aku segera datang kembali ke rumah Vera.
Wanita itu sudah menungguku di ruang tamu dengan secangkir teh hangat
di atas meja. Pahanya yang montok terpampang indah di atas sofa.
“Wah.. Ternyata mandi di rumah ya? Padahal saya sudah siapkan air hangat”.
“Terima kasih, Mbak Vera baik sekali”.
“Terima kasih, Mbak Vera baik sekali”.
Wanita itu berjalan menutup pintu rumah,
dari belakang aku memandang kemontokan pantatnya yang besar dan padat.
Kebesaran pantat itu tak mampu dibendung oleh celana dalam orange itu,
sehingga memperlihatkan belahannya yang merangsang. Seperti tak sadar
aku menghampiri Vera, lalu dengan nakal kedua tanganku mencengkeram
pantatnya, dan meremasnya.
“Uhh..”, Vera agak kaget dan menggelinjang.
“Maaf”, kataku.
“Tidak apa-apa Mas, justru.. Enak”, kata Vera seraya tersenyum nakal memandangku. Senyum itu membuat bibir sensualnya seakan mengundangku untuk melumatnya.
“Maaf”, kataku.
“Tidak apa-apa Mas, justru.. Enak”, kata Vera seraya tersenyum nakal memandangku. Senyum itu membuat bibir sensualnya seakan mengundangku untuk melumatnya.
“Crup..!”, aku segera menciumnya, Vera membalasnya dengan liar.
Aku tak tahu sudah berapa lama bibir itu
tak merasakan ciuman laki-laki, yang jelas ciuman Vera sangat panas dan
liar. Berkali-kali wanita itu nyaris menggigit bibirku, lidahnya yang
basah meliuk-liuk dalam rongga mulutku. Aku semakin bernafsu, tanganku
menjalar di sekujur tubuhnya, berhenti di kemontokan pantatnya dan
kemudian meremas-remas penuh birahi.
“Ohh.. Ergh..”, lenguh Vera di sela-sela ciuman panasnya.
Dengan beberapa gerakan, Vera meloloskan
gaun tidurnya hingga terjatuh di lantai. Kini wanita itu hanya
mengenakan Bra dan CD yang berwarna orange dan transparan itu. Aku
terpaku sejenak mengagumi keindahan pemandangan tubuh Vera.
“Wowww.. Kamu.. Benar-benar seksi Mbak”, pujiku ,”Buah dada Mbak besar sekali”
“Hi-hi-hi.. Punya Lia kecil ya? Paling 34 A, iya kan? Nah coba tebak ukuran saya?”, tanyanya seraya memegang kedua buah melon di dadanya itu.
“Hi-hi-hi.. Punya Lia kecil ya? Paling 34 A, iya kan? Nah coba tebak ukuran saya?”, tanyanya seraya memegang kedua buah melon di dadanya itu.
“36 B”, jawabku.
“Salah”
“36 C”.
“Masih salah, sudah lihat aja nih”, Vera membuka pengait Bra-nya, sehingga kedua buah montok itu serasa hampir mau jatuh. Ia membuka dan melempar bra orange itu kepadaku.
“Gila.. 36 D!”, kataku membaca ukuran yang tertera di bra itu.
“Boleh saya pegang Mbak?”, tanyaku basa-basi.
“Jangan cuma dipegang dong Mas, remas.. Dan kulum nih.. Putingnya”, kata Vera dengan gaya nakal bagaikan pereks jalanan.
Wanita itu menjatuhkan tubuh indahnya di
atas sofa, aku memburunya dan segera menikmati kemontokan buah
melonnya. Kuremas-remas dua buah dada montok itu, kemudian kuciumi dan
terakhir kukulum puting susunya yang sebesar ibu jari dengan sekali-kali
memainkannya di antara gigi-gigiku. Vera menggelinjang-gelinjang
keenakan, napasnya semakin terdengar resah, berkali-kali ia mengeluarkan
kata-kata jorok yang justru membuatku semakin bernafsu.
“Ngentot, enak banget Mas..” jeritnya, “Ayo Mas.. Saya sudah kepingin penetrasi nih!”.
Aku yang juga sudah sangat bernafsu
segera menjawab keinginan Vera. Dengan bantuan Vera aku menelanjangi
diriku sehingga tak tersisa satupun busana di tubuhku. Vera sangat
gembira melihat ukuran penisku yang lumayan panjang dan besar itu.
“Ohh.. Besar juga ya..” jeritnya.
Ia benar-benar bertingkah bagaikan perek
murahan, namun justru itu yang kusuka. Wanita itu segera membuka CD
orange sebagai kain terakhir di tubuhnya. Kulihat daerah bukit
kemaluannya yang ditumbuhi rambut-rambut liar, dengan segaris bibir
membelah ditengah-tengahnya. Bibir yang merah dan basah, sangat basah.
Ingin rasanya aku menikmati keindahan bibir kenikmatan Vera, namun
ketika aku ingin melaksanakannya ia menampikku.
“Sudah, nanti saja, masih ada babak selanjutnya, sekarang ayo kita selesaikan babak pertama”.
Vera duduk mengangkang di atas sofa.
Kedua kakinya dibuka lebar-lebar mempersilakan kepadaku untuk melakukan
penetrasi kenikmatan sesungguhnya. Aku pun segera menyiapkan senjataku,
mengarahkan ujung penisku tepat di depan liang vagina Vera dan perlahan
tapi pasti menekannya masuk.
Sedikit-demi sedikit penisku tenggelam
dalam kehangatan liang Vera yang basah dan nikmat. Ketika hampir seluruh
batang penisku yang berukuran 20 cm itu memasuki vagina, aku
mencabutnya kembali. Kemudian kembali memasukkannya perlahan.
“Enghh.. Gila kamu Mas, kalau begini sebentar saja saya puas”, jerit Vera keenakan.
“Tak apa Mbak, silahkan orgasme, kan masih ada babak selanjutnya”, tantangku. Kini kutambah rangsangan dengan meremas dan memilin puting susunya yang besar.
“Tak apa Mbak, silahkan orgasme, kan masih ada babak selanjutnya”, tantangku. Kini kutambah rangsangan dengan meremas dan memilin puting susunya yang besar.
“Ohh.. Ohh.. Benar-benar enak Mas”, Vera memejamkan matanya.
Pada penetrasi kelima, Vera menjerit, “Sudah Mas, jangan tarik lagi, saya mau.. Mau.. Oh..!”
Dinding vagina Vera melejat-lejat seakan memijit batang penisku dalam kenikmatan birahi yang sedang direguknya.
“Oh.. Saya sudah sekali Mas”, katanya sambil menarik nafas.
“Mas mau puas dulu atau mau lanjut babak kedua?”, tanya Vera.
“Terserah Mbak”, kataku. Aku sih pasrah saja.
“Sini, saya emut saja dulu”.
“Mas mau puas dulu atau mau lanjut babak kedua?”, tanya Vera.
“Terserah Mbak”, kataku. Aku sih pasrah saja.
“Sini, saya emut saja dulu”.
“Hmm.. Boleh juga, Lia belum pernah oral dengan saya”, aku mencabut penisku dari dalam vagina Vera yang basah dan menyodorkannya ke Vera.
Wanita itu menjilati ujung penisku
dengan lidahnya seakan membersihkannya dari cairan vaginanya sendiri,
kemudian dengan sangat bernafsu ia memasukkan penisku ke dalam mulutnya.
Bibir seksi Vera terlihat menyedot-nyedot penisku seakan menyedot
spermaku untuk keluar. Ia kemudian mengocok penisku dalam mulutnya
hingga birahiku mencapai puncaknya.
“Oh.. Saya mau keluar nih, gimana?”, aku bingung apakah aku harus mengeluarkan spermaku ke dalam mulutnya atau mencabutnya.
Namun Vera hanya mengangguk dan terus mengocoknya pertanda ia tak keberatan jika aku memuntahkan spermaku ke dalam mulutnya.
Akhirnya aku mencapai orgasme dan memuntahkan semua spermaku ke dalam mulut Vera. Wanita itu tanpa segan-segan menelan seluruh spermaku. Sungguh lihai wanita ini memuaskan birahi laki-laki!
Kami duduk sebentar dan minum air dingin, kemudian Vera mengangkangkan kakinya kembali.
“Nah.. Sekarang babak kedua Mas, kalau
mau jilat dulu silahkan, tapi utamakan yang ini ya”, Vera menunjuk ke
arah klitorisnya yang agak besar.
“Oke Mbak, saya juga sudah biasa kok”, seruku.
Sejurus kemudian aku sudah berada di
hadapan bibir kemaluan Vera yang baru saja aku nikmati. Sebelum kujilat
terlebih dahulu kubelai bibir itu dari ujung bawah hingga klitoris.
Kusingkap rambut-rambut kemaluannya yang menjalari bibir itu.
“Sudah gondrong nih Mbak”, seruku.
“Oh iya, habis mau dicukur percuma juga, enggak ada yang lihat dan jilat”, jawabnya nakal, “Besok pagi saya cukur deh, tapi janji malamnya Mas Aldi datang lagi ya..”.
“Oke.. Pokoknya setiap ada kesempatan saya siap menemani Mbak Vera”.
Aku kemudian asyik menjilati dan
menciumi labium mayora dan minora Vera. Cairan vagina Vera sudah mulai
mengalir kembali pertanda ia sudah terangsang kembali. Desahan Vera juga
memperkuat tanda bahwa Vera menikmati permainan oralku. Dengan nakal
aku memasukkan jari telunjuk dan tengahku ke dalam vaginanya dan
kemudian mengobok-obok liang becek itu.
“Yes.. Asyik banget.. Say sudah siap babak kedua Mas”, seru Vera.
Aku sendiri sudah terangsang sejak
melihat keindahan selangkangan Vera, jadi penisku sudah siap menunaikan
tugas keduanya. Vera menungging di atas sofa.
“Sekarang doggy-style ya Mas..”
Aku sih iya saja, maklum.. Sama enaknya..
Sejurus kemudian kami sudah terlibat
permainan babak kedua yang tak kalah seru dan panas dengan babak
pertama, hanya kali ini aku memuntahkan sperma di dalam vaginanya.
Malam masih begitu panjang. Kami masih
menikmati dua permainan lagi sebelum kelelahan dan mengantuk. Vera
begitu bahagia, dan aku sendiri merasa puas dan lega. Mimpiku untuk
menikmati tubuh montok tetangga hot ku terlaksana sudah. Bahkan kini
setiap waktu jika Lia dinas ke luar kota maka Vera secara resmi
menggantikan posisi Lia sebagai isteriku.
Asyik juga. Namun sebagai imbalannya aku
mencarikan dan menggaji pembantu rumah tangga di rumah Vera. Betapa
bahagianya Vera dengan bantuanku itu, ia semakin sayang padaku dan
berjanji akan melayaniku jauh lebih memuaskan dibanding pelayanan kepada
suaminya.
Dari kejadian tersebut aku semakin
menyadari kebenaran pepatah: “Rumput tetangga memang selalu terlihat
lebih hijau”, atau bisa diganti dengan: “Vagina isteri tetangga selalu
terasa lebih nikmat”.
No comments:
Post a Comment